KesultananKacirebonan adalah berdiri pada tahun 1808 sebagai hasil perundingan keluarga besar kesultanan Kanoman dikarenakan telah bertahtanya Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin yang merupakan adik dari Pangeran Raja Kanoman (putera tertua Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Muhammad Chaerudin), hasil dari perundingan besar PangeranWalangsungsang mempunyai dua adik yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Ketiga anak ini diyakini yang telah membangun pedukuhan Cirebon (Caruban Nagari). Pangeran Walangsungsang pada usia remaja keluar dari istana karena mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad dan diperintahkan untuk mencari atau mempelajari agama Islam yang bisa menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. PANGERANATAS ANGIN Yang lebih dikenal masyarakat dengan nama mandi angin berada di desa karangmulya , majasem kota cirebon .Merupakan tempat persinggahan se Vay Tiền Nhanh. Cirebon, – Makam Pangeran P Suryanegara adalah salah satu situs yang berada di Kota Cirebon. Di sekitar area pemakaman banyak sekali pohon besar yang diperkirakan berumur ratusan tahun. Di situs tersebut P. Suryanegara dengan istirnya Nyai Ambet Kasih dimakamkan. Situs makam P. Suryanegara sendiri berada di Kampung Wanacala, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Menurut Raden Lili Alida, juru pelihara situs makam Pengeran Suryanegara, sebelum tahun 1973 makam P. suryanegara tersebut masih terbuka pada umumnya. “Dulu sebelum tahun 1973, saat ayah saya masih menjabat sebagai juru kuncinya. Karena ada usulan dari sesepuh yang dari Mertasinga, bahwa akan ada donatur yang akan membangun cungkup bangunan seperti ini,” ucap Raden Lili seraya menunjuk bangunan tersebut, Senin 18/20/2021. Diceritakan, P. Suryanegara adalah Putra Sultan Sepuh ke-4 yaitu Sultan Amir Sena. Pangeran Suryanegara juga adalah satu tokoh penyiar agama Islam sekaligus tokoh penentang kekuasaan kolonial Belanda di tanah Cirebon. “Karena Pangeran Suryanegara tidak tega melihat masyarakat ditindas oleh Belanda. Pajaknya dinaikkan. Semuanya ditindas oleh Belanda, beliau tidak terima. Makanya beliau menggalang santri se-wilayah Cirebon dari Buntet sampe Ciwaringin, berperang melawan Belanda dari tahun 1802 sampai 1819, selama 17 tahun beliau sebagai panglima dan berperang melawan Belanda,” kata Raden Lili. Raden Lili menjelaskan, pada awalnya P. Suryanegara dimakamkan di Gunung Sembung, Desa Astana, Gunungjati. Pemindahan jasad dilakukan karena adanya keberatan pihak Keraton Kasepuhan jika tokoh tersebut dimakamkan di tempat itu. Keberatan pihak keraton ini terkait dengan penentangannya atas kekuasaan Belanda. Khususnya campur tangan Belanda dalam kehidupan keraton. “Karena beliau ini orang sakti dan termasuk sesepuh yang ada di Gunungjati, setelah bermunajat kepada Allah, Pangeran Suryanegara akhirnya dimakamkan dengan syarat tanah dan pohon yang sama seperti di Gunungjati. Nah, di tempat inilah Wanacala ditemukan tanah dan pohon yang sama,” pungkasnya.***Muhammad Pangeran Pasarean yang mempunyai nama asli Pangeran Muhamad Arifin dalam sejarah Cirebon disebut sebagai salah satu anak Sunan Gunung Jati yang cukup ternama, beliau merupakan anak Sunan Gunung Jati dari Rara Tepasan, Putri dari kerajaan Majapahit. Rara Tepasan merupakan satu-satunya wanita Jawa yang dinikahi oleh Sunan Gunung Jati, selain itu Rara Tepasan juga dikisahkan sebagai wanita yang paling cerdas dalam tata kelola keraton, mengingat Rara Tepasan merupakan Putri dari Ki Ageng Tepasan yang dahulu dididik di Istana Kerajaan Majapahit, oleh karena itu ia sangat akrab dengan tata kelola keraton. Baca Juga Rara Tepasan, Istri Sunan Gunang Jati Yang Mengubah Adat-Istiadat Sunda Dalam Keraton Cirebon Pangeran Pasarean merupakan anak bungsu dari Rara Tepasan, ia mempunyai kakak perempuan yang bernama Ratu Ayu Wanguran. Kakak perempuana satu-satunya itu kelak menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, atau Pati Unus yang kemudian menjabat sebagai Sultan Demak ke II. Selama hidupnya, Pangeran Pasarean pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Dewi anak dari Ki Arya Kedung Soka, dan menikah dengan Ratu Nyawa, anak Pangeran Trenggono, Sultan Demak ke tiga. Dengan Ratu Dewi Pangeran Pasarean tidak dikaruni anak, akan tetapi pernikahannya dengan Ratu Nyawa dikaruniai 6 orang anak, yaitu Pangeran Kasatrian Pangeran Panembahan Losari Pangeran Sedang Kemuning/Swarga Berjuluk Dipati Carbon I Ratu Bagus Ratu Mas Tuban Pangeran Raju Dalam sejarah Cirebon, Pangeran Pasarean merupakan putra mahkota, ia diangkat menjadi putra mahkota setelah kakak tirinya Pangeran Bratakelana yang kala itu menjabat sebagai Putra Mahkota wafat dibunuh oleh perompak ditengah laut. Baca Juga Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati Yang Wafat Tragis Ratu Nyawa sendiri pada mulanya merupakan istri kakaknya, akan tetapi selepas kewafatan kakanya, ia diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati untuk mengawini janda kakaknya, tujuannya agar hubungan antara Cirebon dan Demak terus terjalin dengan direncanakan akan dijadikan Sultan Cirebon pengganti Sunan Gunung Jati, tapi rupanya Pangeran Pasarean wafat mendahului ayahnya, beliau wafat karena sakit di Demak. Sementara dalam versi lain beliau wafat terbunuh oleh Arya Penangsang karena membela Sunan Prawoto. Latar belakang tragedi terbunuhnya Pangeran Pasarean, diawali terbunuhnya Sultan Trenggono, oleh bocah pengiringnya, ketika mengadakan penyerangan ke Pasuruan. Kemudian, terjadilah huru hara di kalangan kerabat keraton Kesultanan Demak. Calon pengganti Sultan Trenggono adalah puteranya, Sunan Prawoto. Kekosongan tahta Demak, dimanfaatkan oleh Arya Penangsang, Bupati Jipang, putera Pangeran Sekar putera Raden Patah. Pangeran Sekar, adalah tokoh yang dibunuh oleh Sunan Prawoto, untuk memperlancar kenaikan tahta ayahnya, Sultan Trenggono. Atas restu gurunya, Sunan Kudus, Jipang menyerang Demak, dan Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang. Pangeran Hadiri suami Ratu Kalinyamat, adiknya Prawoto, tewas pula. Pada saat peristiwa itu terjadi, putera mahkota Cirebon, Muhammad Arifin Pangeran Pasarean, sedang berada di Demak, ia pun tewas di tangan Arya Penangsang, karena berupaya membela Prawoto. Peristiwa itu sangat melukai hati Susuhunan Jati Cirebon. Sebelum menikah dengan janda kakanya, Pangeran Pasarean mulanya ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati sebagai penjaga tapal batas Kesultanan Cirebon dengan Rajagaluh, akan tetapi selepas kematian kakaknya Pangeran Pasarean kemudian pindah ke Demak untuk mengabdi disana hingga kewafatannya. Baca Juga Keturunan Sunan Gunung Jati Dari Istri-IstrinyaPenulis Bung FeiEditor Sejarah Cirebon Sosok Pangeran Raja Atas Angin, jadi salah satu tokoh sentral dalam islamisasi di Jawa Barat, khususnya kawasan Priangan. Namun, saat ini tidak banyak yang mengenalnya. Sebagian yang datang ke makamnya yang berada di pelosok desa, justru datang untuk ngalap berkah atau mencari pesugihan. ***Saya paham betul, sebagian besar pembaca setia Mojok berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tapi, kali ini persilakan saya mengajak pembaca melipir ke Jawa Barat. Bukan pusat kota apalagi destinasi wisata hits, saya ingin membawa pembaca ke makam seorang tokoh yang sosoknya masih diperdebatkan sampai sekarang. Dari Gerbang Tol Padalarang, saya menempuh jarak sekitar 35 kilometer ke arah selatan ke sebuah desa bernama Cijenuk. Mungkin, para pembaca bertanya-tanya, “ngapain jauh-jauh ke pemakaman di kampung yang gak dikenal khalayak umum?” Tak banyak yang tahu kisahnyaSeperempat abad menjadi warga Bandung Raya, tokoh yang bersemayam di pemakaman umum ini kurang familier dari tokoh-tokoh Sunda lain. Pangeran Raja Atas Angin atau Eyang Dalem Cijenuk, nama yang bahkan nggak diketahui sejarahnya oleh generasi muda Desa Cijenuk. Padahal, beliau merupakan sosok penting di balik Islamisasi kawasan Priangan. Sebetulnya, sudah banyak media lokal maupun nasional mengulasnya. Namun, saya ingin mengajak pembaca Mojok melihat kondisi terkini petilasannya yang semakin tidak dikenali dari hari ke hari terutama Pamakaman Umum Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di tengah pemukiman dan persawahan warga, area makam seluas 2,25 hektare ini rindang oleh pohon-pohon beringin berusia ratusan tahun. Selain sunyi, auranya angker selayaknya pemakaman. Di pintu masuk utama, suasana tampak asri karena dihiasi berbagai tanaman hias. Saat saya sowan ke para pengurus. Namanya Ii Prawira Suganda dan Mochammad Buldan. “Pangeran Raja Atas Angin nami aslina nyaeta Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i” Pangeran Raja Atas Angin mempunyai nama asli Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i“Sayang, sosok dan kisahnya hanya dituturkan para sesepuh di sini Cijenuk. Parahnya, akibat kurang penelitian dan budaya literasi, masyarakat desa juga tidak banyak yang tahu ceritanya. Apalagi anak muda,” lanjut Ii yang biasa dipanggil Apa atau Eyang oleh masyarakat setempat.“Dulu, juru kunci makam dipegang almarhum bapak saya. Tahun 80-an, karuhun sesepuh menemukan silsilah Pangeran Raja Atas Angin di Cirebon. Beliau putra Sultan Anom IV Muhammad Chaeruddin dari selir. Beliau Sultan Anom IV Sultan Kanoman dari tahun 1798 sampai 1803. Jadi, Pangeran Raja Atas Angin teh keturunan kesembilan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Pemangku silsilah Kesultanan Kanoman juga datang ke makam buat tirakat, memastikan siapa yang dimakamkan di sini,” terang Apa Sultan Ageng Tirtayasa?Apa Ii melanjutkan belum lama ini, ada orang datang ke pemakaman, ngakunya mantan pegawai Dirjen Haji. Ia mengatakan kalau Pangeran Raja Atas Angin teh asalnya dari Banten. Di dokumen yang beliau bawa, nama Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i ternyata saudara kandung Syekh Maulana Mansyur Cikaduen. “Katanya, mereka berdua putranya Abu al-Fath Abdul-Fattah Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Kesultanan Banten dari tahun 1651 hingga 1683 Masehi.”Entah dari Cirebon atau Banten, toh dua kesultanan tersebut memang bersaudara yang berasal dari satu leluhur, yakni Sunan Gunung Jati. Mungkin, konflik masa lampau yang bertahan hingga kini di Kanoman dan Kasepuhan mengakibatkan tumpang-tindih silsilah.“Yang penting, Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i punya jasa besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Beliau putra mahkota yang mau ikhlas berdakwah di bawah tekanan Belanda,” Apa Ali. Menurutnya jejak syiar Islamnya meliputi wilayah Pandeglang-Banten, Bogor, Surade-Sukabumi, Cianjur, Cisewu-Garut, dan terakhir di kawasan selatan Bandung Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ informasi, saat ini, daerah itu dikenal sebagai Kecamatan Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu, dan Rongga. Dari beberapa warga Cipongkor yang mengetahui sejarah, nama-nama tempat di kawasan itu berkaitan dengan syiar sang pangeran. Selain agama, peranannya membekas di sektor pendidikan, budaya, dan yang saya sebutkan di atas dijuluki “Kota Santri” dan “Pabrik Haji”. Hal itu dikarenakan terdapat banyak pesantren, terutama salaf yang menjadi tujuan santri Bandung Raya belajar agama. Masyarakat di kawasan itu pula paling rajin menunaikan ibadah haji. Ramai peziarahSaat berziarah, Anda gak hanya mendapati petilasan Pangeran Raja Atas Angin dan ribuan makam warga. Di sini juga bersemayam istri sang pangeran, yakni Nyimas Rangga Wuluh, beserta putri mereka, yaitu Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan. Ada pula tiga makam yang diyakini sebagai pendamping Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i dalam berdakwah. Mereka adalah Eyang Jaga Wulan, Eyang Jaga Raksa, dan Eyang Jaga dikelola swadaya dari kantong pribadi pengurus dan peziarah, fasilitasnya sudah jauh lebih baik dan nyaman. Terdapat ruang majelis di depan makam utama yang bisa menampung peziarah. Kompleks Pemakaman Umum Desa Cijenuk yang juga dikenal sebagai Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin memiliki infrastruktur lengkap yang dibangun berkala. Antara lain, masjid al-Karomah, balai perkumpulan, kantor pengurus yayasan, toilet, tempat wudhu, area parkir, dan warung. Gak hanya berkunjung setiap hari, peziarah dapat mengikuti pengajian mingguan yang diadakan setiap malam Senin dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, puncak ziarah terjadi di bulan Rabiul Awwal. Acara haul tahunan atau dikenal sebagai tradisi “Muludan” itu dibimbing langsung para tokoh agama dan masyarakat terkemuka. Salah satunya oleh perwakilan sesepuh Kesultanan Kanoman tujuan ngalap berkah hingga pesugihanNamun, seperti makam keramat’ lainnya, petilasan Pangeran Raja Atas Angin pun tak lepas dari aksi nyeleneh para peziarahnya. Entah bagaimana, beliau dianggap sebagai tujuan “ngalap berkah” atau pesugihan bagi orang yang menginginkan materi duniawi secara al-Karomah Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di musim Pemilu, banyak calon anggota dewan dan kepala daerah bersemedi atau bertapa agar tujuannya tercapai. “Seorang wali Allah SWT tidak akan menyesatkan orang-orang. Jika berziarah, cukup berdoa kepada Sang Khalik dan mendoakan sang wali karena kebaikannya dalam berdakwah,” kata Apa Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin berlokasi di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Bagi Anda yang ingin berkunjung, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi karena sulitnya transportasi umum menuju desa. Tenang, meski berada di pelosok, lokasinya mudah ditemukan karena terdapat papan penunjuk jalan saat memasuki kawasan Alun-alun lupa menikmati bala-bala hangat dan secangkir kopi panas yang tersedia di warung depan masjid al-Karomah. Kudapan dan minuman tersebut sangat pas dengan udara sejuk Desa Cijenuk, apalagi jika Anda berziarah malam-malam atau kala musim Noorciptaning Suciati Editor Agung PurwandonoBACA JUGA Situs Patirtaan Ngawonggo Menghadirkan Wisata Gratis Sekaligus Jamuan Makan Sepuasnya dan reportas menarik lainnya di rubrik diperbarui pada 28 Januari 2023 oleh Agung Purwandono

pangeran atas angin cirebon