Angkatan66 adalah angkatan anti Soekarno, angkatan yang berusaha untuk menjatuhkan kepemimpinan Soekarno. Keinginan mahasiswa itu sudah dimulai ketika Demokrasi Terpimpin 1959-1966. Akan tetapi, pada sidang umum MPRS 1966, mahasiswa berusaha untuk meninjau kembali dekrit tersebut. Dengandukungan dari pemerintahan Benazir Bhutto di Pakistan, Taliban mulai memegang kendali atas Afghanistan di tahun 1994, dan akhirnya menaklukan Kabul pada 1996. pada masa angkatan 66 dimana sekumpulan sastrawan masa ini membentuk dan menerapkan apa yang di cita-citakan oleh Soekarno mendukukung perkembangan sastra. Mereka tumbuh Dalampidato pembelaan Soekarno, dimana ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia sebagai dominasi imperialisme selama berabad-abad, adalah khas masyarakat orang kecil:”(ia adalah) pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah terdiri dari kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang kecil , kaum pelayar kecil, pendek katakaum kromo dan cash. di seluruh dunia kerap menjadi kalangan masyarakat sipil yang melakukan partisipasi politik, selain buruh. Mereka biasanya adalah kelompok terpelajar yang melek politik, berserikat, berdiskusi atau berkonsolidasi, dan membuat kajian terkait situasi yang ada maupun untuk pergerakannya. Semenjak Indonesia merdeka, mahasiswa memiliki kisah panjang pergerakannya. Keberadaan di masa Demokrasi Terpimpin, sektor pendidikan di Indonesia berkembang dan memunculkan banyak kalangan mahasiswa, dan mulai menguatkan afiliasinya dengan partai dan basis massa. Afiliasi ini sudah terbentuk sejak kemerdekaan, saat Himpunan Mahasiswa Indonesia HMI berafiliasi dengan Masyumi, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CGMI dengan PKI, dan Gerakan Mahasiswa Sosialis Gemsos dengan PSI. Arif Novianto dalam Pergulatan Gerakan Mahasiswa dan Kritik terhadap Gerakan Moral menulis, tahun 1950 hingga 1960-an adalah masa ketenangan politik relatif di kampus-kampus, dan kebanyakan mahasiswa bersifat hedonistik, elitis, dan apolitis. Banyak mahasiswa saat itu berasal dari kalangan atas dan membuat ideologi borjuis, sehingga minim pergerakan. Angkatan 1965-1966 "Tetapi semua berubah pada 1965-1966," tulis Novianto. Uniknya, gerakan mahasiswa Indonesia saat itu berbeda dengan umumnya di Asia. Kampus-kampus di wilayah Asia masa itu tumbuh dan berkembang gerakan yang berbasis politik kiri dan komunis. Sedangkan di Indonesia justru gerakan yang memberangus kalangan kiri, oleh sayap kanan yang anti-komunis dan anti-sukarnois. Bahkan, salah satu aktivis mahasiswa, Soe Hok Gie dan Arif Budiman lantang mengkritik pemerintahan Sukarno. Selain itu, terbukti pada Oktober 1965 ada pertemuan di rumah Menteri Pendidikan Tinggi Brigjen Syarief Thayep, dan terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Public Domain Soe Hok Gie, tokoh pergerakan mahasiswa 1966 berfoto bersama teman-temannya. Selanjutnya, mahasiswa bersama militer melakukan pergerakan politik dengan Tiga Tuntutan Rakyat Tritura. Bahkan, demi mendulang dukungan, mahasiswa pada saat itu menerbitkan koran propaganda, seperti Angkatan 66, Angkatan Baru, dan Harian Kami. Novianto menulis, gerakan mahasiswa angkatan 66 dan militer itu adalah pergerakan kontra-revolusi. Karena pergerakan mereka melakukan penindasan massal terhadap jutaan orang dari organisasi kiri, dan memberangus gerak roda revolusi Indonesia. Akhirnya, Soeharto pun naik menjadi presiden. Baca Juga Sukarno Bukan Tanpa Cela, Berkali-Kali Dia Dikritik oleh Soe Hok Gie Baca Juga Aktivisme hingga Petualangan Antara Gie, Pendakian, dan Semeru Baca Juga Studi Baru Mahasiswa Menghindari Interaksi Sosial Saat Sedang Stres Baca Juga Terbuangnya Generasi Intelektual Indonesia Setelah Peristiwa 1965 Dari Malari 1974 hingga Reformasi 1998 Pasca kenaikan Soeharto, dan naiknya kekuatan militer, menumbuhkan gerakan kontra-revolusi karena pengekangan terjadi pada depolitisasi rakyat. Terlebih pada 1972, Ali Moertopo menggagas penyederhanaan partai politik, dwifungsi ABRI, dan pembatasan sosial-politik. Kebijakan ini membelenggu gerakan mahasiswa, sehingga yang ada hanya pergerakan moral—tidak selantang gerakan progresif. Beberapa gerakan itu seperti Peristiwa Malari Malapetaka 15 Januari 1974 yang dipelopori Dewan Mahasiswa UI. Dalam Malari, protes mahasiswa meluas mempertanyakan kedekatan pemerintah dengan pengusaha etnis Tionghoa saja dan menolak investasi Jepang. Tetapi pergerakan itu diredam pada 19 Januari 1974, dengan tertangkapnya 18 aktivis. Kompas Persitiwa Malari Malapetaka 15 Januari 1974. Arief Budiman sebagai salah satu pemimpin pergerakan menulis—dikutip dari Novianto, bahwa sesudah 1974 masyarakat takut menyuarakan kritik. Hal itu makin diperkuat dengan depolitisasi gerakan mahasiswa oleh Soeharto lewat SK Mendikbud tahun 1978 tentang normalisasi kampus. Lalu ada pula SK tahun 1979 yang mengatur bentuk dan susunan organisasi kemahasiswaan yang bisa dikontrol ketat oleh pemerintah. Gerakan mahasiswa progresif muncul di era akhir 1980-an sampai 1998, tulis Novianto. Mahasiswa belajar dari kesalahan dan kekalahan pasca 1965 yang terjerembab dalam gerakan moral yang terpisah dari kekuatan rakyat dan tidak memiliki basis yang kuat maupun luas. Berdasarkan data Yayasan Insan Politika, jumlah protes mahasiswa melonjak sejak 1992. 71 aksi protes pada 1993, dan 111 pada 1994. Data itu belum termasuk pergerakan yang digabungkan dengan aksi buruh dan petani yang juga turut berkembang. Saat terjadi konflik PDI Partai Demokrasi Indonesia, 37 pimpinan anggota PRD Partai Rakyat Demokratik yang mendukung Megawati ditangkap, termasuk Budiman Sudjatmiko. Akibatnya, PRD dilarang, dan aktivisnya bergerak lewat bawah tanah dengan memengaruhi gerakan-gerakan dan organisasi mahasiswa. Meski demikian, gerakan mahasiswa yang sudah membesar belum juga bergerak bersama rakyat. Momentum pada krisis moneter 1997 membuat mereka muncul secara spontan, dan mulai memobilasasi massa dengan terus meningkat bersama rakyat. Dwi Oblo Pada 20 Mei 1998, Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII mengajak masyarakat Yogyakarta untuk tetap tidak terpancing kerusuhan. Singkatnya, pada 21 Mei 1998 mahasiswa berhasil memaksa Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden. Mereka juga menduduki kantor DPR di Senayan dengan sesak beragam jas almamater mereka. Pergerakan sebenarnya menolak Habibie yang menggantikan Soeharto, karena merupakan bagian kroni-korni Orde Baru. Tetapi mahasiswa yang konservatif dan moderat tetap mendukung transisi ini, yang masih menggunakan metode lama gerakan moral. Era Reformasi Pasca Reformasi, aktivisme mahasiswa masih berlanjut. Pada 2007 misalnya, mahasiswa dari 37 peguruan tinggi mendirikan BEM SI Badan Eksekutif Mahasiswa - Seluruh Indonesia. Pergerakan mahasiswa muncul pada periode pertama Soesilo Bambang Yudhoyono dengan Tujuh Gugatan Rakyat Tugu Rakyat, dan aksinya diselenggarakan pada Mei 2008 di Istana Negara. Tuntutan itu meminta pemerintah menasionalisasi aset startegis bangsa, mewujudkan pendidikan yang bermutu dan merata, menuntaskan kasus BLBI dan korupsi Soeharto bersama kroni-korninya, hingga isu lingkungan akibat lumpur Lapindo. Mereka melanjutkannya pada Sidang Rakyat tahun 2014 ketika Presiden Joko Widodo bersama Jusuf Kalla baru memimpin. Mereka membawa tuntutan atas masalah yang terjadi di Indonesia, dengan hendak menghentikan kekuasaannya. Kendati demikian, Novianto menulis gerakan BEM SI terlihat radikal dan militan. Tetapi, gerakan yang disebut Tugu Rakyat 2008, dan Sidang Rakyat 2014 memiliki kelemahan, yakni tidak melibatkan gerakan rakyat. "Metode gerakan dari BEM SI cenderung bersifat regresif, mereka gagal melihat siapa kawan yang harus dirangkul dan siapa musuh yang harus dilawan," tulis Novianto. "Mereka masih menganggap bahwa wacana pembebasan sosial bagi rakyat tertindas bisa dilakukan tanpa melibatkan gerakan rakyat tertindas secara sadar." Keenan Anoman Pasha Aksi mahasiswa jas almamater biru muda bersama buruh seragam merah pada penolakan Omnibus Law pada 8 Oktober 2020. Pada Sidang Rakyat, lagi-lagi Novianto mengkritik tuntutan mahasiswa yang meminta Joko Widodo dan Jusuf Kalla mundur. Pandangan revolusioner itu terpampang meletakkan analisis oligarki dan kapitalisme. Mahasiswa hendak menurunkan Joko Widodo tetapi gagal menentukan siapa penggantinya, dan mencegah oligarki yang digadangkan tetap berkuasa. Aksi mahasiswa juga terjadi pada 2019 dalam Reformasi Dikorupsi. Protes ini berlangsung di kota-kota besar seluruh Indonesia, dengan menolak beberapa UU, meminta mengesahkan RUU PKS untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual, hingga menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Selanjutnya pun ada aksi Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 2020 yang dinilai berdampak pada segala lini, seperti isu lingkungan, hingga mengabaikan kesejahteraan buruh. Abdil Mughis, dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta mengkritik gerakan mahasiswa pasca Reformasi khususnya pada 2019. Ia menilai gerakan mahasiswa yang dilakukan hanyalah aktivisme borjuis. Lantaran, pengorganisasian mahasiswa belum ada yang berbasis kelas, dan hanya membentuk LSM yang melunakkan tuntutan perubahan. Aksi Reformasi Dikorupsi dianggap cair dan tidak memiliki pemimpin, atau hanya sekadar menjadi kerumunan. Mughis dalam Project Multatuli, menganggap gerakan mahasiswa kerap menyalahkan penguasa dan negara, tetapi kontradiktif dengan tuntutan yang berharap adanya budi baik penguasa. PROMOTED CONTENT Video Pilihan 100% found this document useful 1 vote22K views7 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote22K views7 pagesDasar Hukum Lahirnya Pemerintah Orde Baru IalahJump to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Oleh Anju Nofarof H / SI 5 suatu kajian dalam buku politik dan ideologi mahasiswa indonesia karya francois raillon Setiap generasi menciptakan sejarahnya sendiri ungkap Syahdan, ahli sejarah. Artinya, setiap generasi mahasiswa yang ada dan hidup pada massanya telah menggoreskan catatan emas di setiap eksistensinya dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti, tertuang dalam lirik mars mahasiswa, yang juga lahir dalam semangat revolusioner mahasiswa yang merubah perwajahan KeIndonesian pada akhir rezim orde baru orba 21 Mei 1998. Mengubah segala aspek kehidupan multidimensional, masyarakat mengatakan itu Reformasi. Setiap generasi pergerakan mahasiswa terutama dalam bidang politik, selalu ada dan tetap ada, dengan syarat mahasiswa masih diberi label sebagai agent of change dan agent of control. Tidak terkecuali angkatan 66, angkatan 66 mempunyai peranan dalam transisi rezim Orde Lama ORLA ke Orde Baru ORBA. Dalam perjalanan sejarah Indonesia abad ke 20, beberapa momentumnya selalu dikaitkan dengan kerterlibatan suatu generasi dalam momentum sejarah tersebut seperti, angkatan 1908 yang ditandai dengan momentum Sejarah modern Indonesia yakni "Kebangkitan Nasional", angkatan 1928 sebagai generasi "Sumpah Pemuda". selanjutnya, puncak dari perjuang rakyat Indonesia ialah lahirnya bangsa Indonesia secara deklarasi, pada 17 agustus 1945 disebut angkatan 45, angkatan Kemerdekaan. 1966, terjadi lagi momentum Sejarah yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia yakni lengsernya the founding father nya bangsa Indonesia, Soekarno. Menandai berakhirnya rezim Orde Baru ORBA selanjutnya, menuju rezim Orde Lama ORLA, pimpinan Soeharto. Dalam tulisan Parakitri T. Simbolon –penulis dengan visi kebudayaan yang mendalam– di tahun 2006 "Apa yang pernah disebut Angkatan 66 praktis sudah dilupakan orang". Meskipun, "Angkatan 66 pernah membahana di persada Tanah Air Indonesia". Pejuang kemerdekaan Indonesia, Bung Tomo, April 1966 dengan rendah hati mengakui bahwa Angkatan 66 lebih hebat daripada Angkatan 45. Berbeda dengan Angkatan 45 yang berjuang dengan bedil senjata, Angkatan 66 berjuang tidak dengan senapan, tapi dengan "keberanian, kecerdasan, kesadaran politik, motif yang murni". Dengan semua itu Angkatan 66 "memberi arah baru pada sejarah nasional Indonesia". Penamaan Angkatan 66 itu sendiri, diusulkan oleh Jenderal Abdul Harris Nasution kepada KAMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang baru saja dibubarkan oleh KOGAM Komandan Ganyang Malaysia 26 Februari 1966. Kendati sejarah tentang peranan Angkatan 66, telah menjadi bagian dari arsip yang berdebu sejalan berlalunya waktu, tetap saja harus dicatat bahwa generasi muda yang bergerak waktu itu adalah kelompok paling konseptual selain tokoh-tokoh kemerdekaan tahun 1945 sepanjang sejarah republik ini. Dalam buku "gerakan 30 september, pelaku, pahlawan dan petualang" catatan Julius Pour menjelaskan bahwa kondisi politik di Indonesia periode 60-an memang baru lolos dari krisis. Bahkan, ancaman perpecahan kepemimpinan presiden Soekarno dikecam para sejumlah panglima militer angkatan darat AD. Melihat Soekarno bergeming, sebagian dari merekan bertindak nekat. Mereka menuduh Jakarta menelantarkan daerah. Angkatan 66 adalah angkatan anti Soekarno, angkatan yang berusaha untuk menjatuhkan kepemimpinan Soekarno. Keinginan mahasiswa itu sudah dimulai ketika Demokrasi Terpimpin 1959-1966. Akan tetapi, pada sidang umum MPRS 1966, mahasiswa berusaha untuk meninjau kembali dekrit tersebut. Tujuannya untuk memperlemah kedudukan Soekarno, yang pada saat itu mempunyai pengaruh dan kedudukan yang besar dalam sistem perpolitikan Indonesia. Mahasiwa Indonesia menyerang kewibawaan dan politik "Cabut keputusan MPRS yang bertentangan dengan UUD '45 Juni 1966"," Jabatan presiden seumur hidup inkonstitusional juni 1966". Bahwa Soekarno adalah pencipta Pancasila dipertanyakan. Pidato 9 pasal yang berjudul Nawaaksara yang dibicarakan Soekarno dimuka MPRS dinyatakan tidak memuaskan. Politik luar negeri Soekarno juga diserang, poros Jakarta-Peking mesti dihancurkan; "tinjau kembali hubungan diplomatik dengan RCC" dan konfrontasi musti dihentikan; "dukung persetujuan Bangkok". Persetujuan ini baru saja ditandatangani oleh Malaysia dan Indonesia. Mahasiswa Indonesia juga mengumumkan bahwa mulai juli, KAMI Kesatuan Aksi Mahassiwa Indonesia Konsulat Bandung telah mengirimkan satu delegasi ke ibu kota untuk membuat tekanan ke MPRS. Dan menegakkan kedaulatan rakyat. Cara ini kemudian akan diulangi berkali-kali. Politik Indonesia pasca kemerdekaan diwarnai oleh sengitnya persaingan antara Soekarno dengan militer. Sebagai presiden dan proklamator Soekarno memang memiliki kekuasaan secara de facto maupun de pula militer, sebagai angkatan perang mengklaim punya hak atas kekuasaan mengingat jasa mereka terhadap terbentuknya republik ini. Karena itu militer menuntut hak-hak istimewa dalam politik sehingga memiliki burgain politik yang kuat baik di hadapan Soekarno maupun di hadapan partai politik. Ketidakstabilan kekuasaan politik yang dipegang partai-partai politik membuat tentara sangat risau, apalagi saat itu negara diguncang oleh berbagai pemberontakan daerah. Maka atas desakan militer pada tahun 1957 Soekarno mengumumkan diberlakukannya Undang-Undang darurat. Hal itu memungkinkan militer bisa berbuat banyak hal tanpa dibatasi kewenangannya. Sejak dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan oleh Soekarno, Indonesia yang seharusnya sebagai negara demokrasi pembagian kekuasaannya terdiri atas tiga lembaga, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tetapi dalam demokrasi terpimpin ini pembagian kekuasaan hanya ada antara Presiden Soekarno dan militer. Lalu terbentuklah partai-partai besar seperti PMI, NU, dan PKI. Kemudian situasi politik internasional semakin memanas dan mempengaruhi situasi politik nasional sehingga Soekarno semakin menggandeng PKI yang menjadi kekuatan politik yang sangat efektif. Kondisi Indonesia yang semakin parah akibat adanya program pemerintah yang menyita perhatian seluruh masyarakat dan biaya yang sangat besar di antaranya adalah pembebasan Irian Barat 1962 dari kolonial Belanda, konfrontasi dengan Malaysia, dan perekonomian yang merosot dengan kebijakan yang semakin memberatkan rakyat sehingga menyebabkan inflasi dan ketegangan politik yang semakin jauh. Akhirnya meletuslah Gerakan 30 September 1965. Mengambil momentum ini mahasiswa kembali bergerak memanfaatkan situasi untuk mengkritik keadaan. Kemudian terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI pada tanggal 25 Oktober 1965 yang akhirnya tersebar ke mana-mana untuk melakukan koreksi terhadap rezim yang ada. Mahasiswa menyampaikan tuntutan-tuntutan secara spontan, lalu dirumuskan dalam sebuah konsep sederhana yaitu Tritura yang isinya menuntut pembubaran PKI, Retool kabinet Dwikora, dan turunkan harga barang. Dideklarasikan pada 10 Juni 1966 tepat hari kebangkitan mahasiswa Indonesia. Berbagai aksi dilakukan dalam rangka merubah keadaan tersebut. Mahasiswa mendapat dukungan dari militer yang dipimpin oleh Soeharto yang tentu saja bukanlah sebuah keikhlasan militer itu sendiri tetapi sebagai bagian dari struggle power pertarungan kekuasaan yang tidak disadari mahasiswa sendiri. Pada tanggal 16 Februari 1966, Soekarno melakukan reshufle kabinet dwikora dengan orang-orang yang punya cacat dan tidak kompeten dalam menjalankan tugas. Lalu terjadilah aksi oleh KAMI beserta Kesatuan Pemuda dan Pelajar Indonesia KAPPI dengan tuntutan segera melaksanakan Tritura. Bentrokan terjadi dan mengakibatkan gugurnya Arief Rahman Hakim yang semakin membuat gerakan mereka solid. Ketika KAMI dilarang 4 April 1966 mahasiswa membentuk Laskar Arief Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta. Militer pun semakin memberikan dukungannya dan akhirnya terjadilah aksi besar-besaran oleh mahasiswa. Kondisi keamanan yang semakin buruk dan atas skenario yang diciptakan militer, serta mahasiswa yang semakin menekan pemerintah untuk segera melakukan perubahan, akhirnya Soekarno mengadakan sidang kabinet. Setelah mengalami desakan dan tekanan dari berbagai pihak akhirnya Soekarno melimpahkan kekuasaan keamanan negara kepada militer yang saat itu dipimpin oleh Pangkostrad Soeharto. Militer mengambil alih pemerintahan dari Soekarno melalui Supersemar. PKI pun dibubarkan dan mahasiswa merasa telah berhasil dalam berbagai perjuangannya. Terlepas dari pernah terjadinya berbagai pembelahan di tubuh kalangan pergerakan tahun 1966, mesti diakui bahwa pergerakan tersebut telah menjadi kancah tampilnya tokoh-tokoh muda yang handal secara kualitatif. Sikap altruisme juga masih menjadi faktor kuat dalam pergerakan tersebut. Ini melebihi pergerakan generasi muda berikutnya. Soeharto sendiri, semasa berkuasa berkali-kali menggunakan kemampuan tokoh-tokoh muda eks gerakan 1966 itu, baik di lembaga legislatif maupun di lembaga eksekutif. Beberapa tokoh 1966 menjadi menteri yang berhasil, meski ada juga yang ternyata menjadi bagaikan 'kacang yang lupa akan kulitnya' karena mabuk oleh bius kekuasaan. Jangan sampai seorang aktivis mahasiswa yang telah melakukan pergerakan revolusioner, setelah itu duduk sebagai pemangku kebijakan di negara ini. SAMA !!! Dengan penguasa yang mereka gulingkan. Kejatuhan dari seorang diri manusia itu ialah lupa akan sejarahnya. Seperti yang dikatakan Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya." Sejarah yang dia ciptakan dengan darah, air mata, harta, pengorbanan yang tidak ternilai harganya. Mereka rusak dengan Ketidak Konsistensian Pada Apa Yang Mahasiswa Perjuangaknn Selama Ini. Pelajaran bersama untuk kita generasi mahasiswa saat ini ialah Jangan sampai kita mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh para aktivis mahasiswa terdahulunya, yang mencederai perjuangan sejati mahasiwa. Perjuangan mahasiwa yang mengatasnamakan rakyat jangan kita rusak dengan ketidak konsistensian kita. Jika kita mengulangi kesalahan yang sama seperti generasi mahasiswa terdahulunya maka kita akan dikutuk sebagai manusia. George Santayana Katanya "Mereka yang mengulangi kesalahan pendahulunya, dikutuk untuk mengulanginya." DAFTAR PUSTAKA Raillon, Francois. 1985. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta LP3ES.

angkatan 66 tumbuh atas dukungan dari